Kolom: Sepak Bola Jadi Anak Tiri di Negeri Ini?

BACA JUGA

Football5Star.com, Indonesia – Pandemi COVID-19 datang bak petir di siang bolong yang langsung melumpuhkan semua sektor, termasuk sepak bola. Liga 1 2020 yang sejatinya digadang-gadang bakal seru dan menarik karena kehadiran sejumlah pemain bintang dibuat tak berdaya oleh virus ini.

Tak ada yang membantah, memang virus ini sangat berbahaya. Saking berbahayanya, setiap manusia di muka bumi ini harus memakai masker saat keluar rumah untuk menghindari tertular secara langsung saat terjadi kontak sesama.

Demikian pula dengan seluruh kegiatan yang melibatkan banyak kerumunan, semuanya dilarang keras. Pernah kejadian di salah satu restoran cepat saji menjadi viral di media sosial Mei lalu hingga manajemennya dipanggil yang berwenang karena ada kerumunan di tengah diberlakukannya pembatasan sosial berskala besar (PSBB).

Sejurus kemudian, sepak bola Indonesia juga dipaksa mengalah. Liga 1 yang baru berusia tiga pekan diputuskan ditunda karena pandemi ini. PSSI sempat mengumumkan akan menunda pagelaran ini sampai Agustus sambil menunggu perkembangan pandemi.

Seiring berjalannya waktu, tempat-tempat keramaian mulai dibuka dengan protokol kesehatan. Mal-mal di Jakarta dan sekitarnya kembali hidup. Masyarakat mulai berani keluar rumah. Kantor-kantor mulai dibuka kembali. Tempat ibadah akhirnya diperbolehkan kembali seperti sedia kala.

Kolom: Sepak Bola Jadi Anak Tiri di Negeri Ini?
AP Photo

Kompetisi-kompetisi sepak bola Eropa pun hidup lagi dan seakan menjadi oase. Tentu, ini menjadi angin segar buat PSSI dan PT Liga Indonesia Baru untuk memutar roda kompetisi di tengah pandemi.

Akan tetapi, melihat perkembangan yang ada, PSSI mengumumkan akan melanjutkan kompetisi pada Oktober. Sambil berjalan, mereka terus berkoordinasi dengan pihak keamanan. Klub-klub pun mulai menata diri lagi. Para pemain berkumpul kembali. Yang asing terbang lagi ke Indonesia, sedang yang lokal sudah giat berlatih.

PSSI boleh berencana, kepolisian yang menentukan. Beberapa hari menuju Oktober, Liga 1 2020 kembali batal terlaksana. Alasannya, pihak kepolisian tak bisa menurunkan izin keamanan. Saat itu, masyarakat sepak bola Indonesia masih memaklumi karena memang angka pasien positif COVID-19 di Indonesia terus mengalami lonjakan.

Lalu, PSSI kembali memutuskan menunda pesta sepak bola Indonesia itu hingga November. Namun seperti prediksi awal, lagi-lagi rencana itu menguap begitu saja karena izin tak kunjung turun. Namun kali ini, suporter mulai gerah. Bukan tanpa sebab, kalau isunya soal pandemi COVID-19, maka belakangan justru banyak sekali acara yang mengundang keramaian menjadi sorotan. Bahkan tak sedikit yang mengabaikan protokol kesehatan.

Keramaian di Mana-Mana, Bagaimana Sepak Bola?

Beberapa kegiatan yang mengundang keramaian mulai marak. Dari mulai demo besar-besaran, acara penjemputan, hingga yang menjadi isu hangat, Pilkada. Kegiatan-kegiatan itu malah jelas menimbulkan banyak kerumunan.

Bagaimana dengan sepak bola? PSSI dan PT LIB lagi-lagi terpaksa mengalah. Mereka lebih memilih untuk melanjutkan kompetisi pada Februari 2021. Namun, yang jadi pertanyaan, bagaimana kalau ditolak lagi? Bagaimana kalau izin keamanan tak diturunkan lagi?

Mungkin saja, pihak keamanan tak memberikan izin keramaian buat Liga 1 karena memang ditakutkan ada suporter yang membandel untuk hadir ke stadion. Faktanya memang, ada saja penonton yang membandel ke stadion.

Mobil dan Motor Terbakar Warnai Kemenangan Persebaya vs Arema ricuh Blitar

Contohnya saat semifinal Piala Gubernur Jatim beberapa waktu lalu. Partai antara Persebaya Surabaya vs Arema FC itu sejatinya digelar tanpa penonton di Blitar. Tapi faktanya, oknum suporter bandel ini malah datang dan bikin rusuh di luar stadion.

Akan tetapi, kalau itu yang menjadi kecemasannya, justru di situlah tugas pihak keamanan. Kalau pun sistem keamanan kita merasa belum sanggup, artinya sepak bola Indonesia jauh tertinggal bahkan dibanding negara-negara tetangga, seperti Thailand, atau justru Malaysia yang sudah menyelesaikan kompetisi musim 2020.

Lagipula, beberapa waktu lalu, LIB saat rapat dengan klub membuat aturan ketat soal ini. Andai ada suporter membandel datang ke stadion, maka tim bisa saja langsung dinyatakan kalah.

“Kalau suporter sayang sama timnya, harus ikut aturan. Jadi PSSI dan LIB mengeluarkan aturan tidak boleh ada penonton, tapi ada yang memaksa bergerombol di luar, ini kan tidak boleh,” beber manajer Persib Bandung, Umuh Muchtar kala itu.

Apalagi, PT LIB dan PSSI punya protokoler kesehatan yang tegas dan jelas. Salah satu protokol kesehatannya tertulis, kewajiban menggelar tes SWAB setiap 14 hari sekali kepada seluruh ofisial. Lalu ada pula imbauan tak boleh bertukar jersey buat pemain usai pertandingan.

“Koordinasi sama klub. Saya sedih, klub dan isinya yang terkena dampak. Pemain, pelatih, media juga terdampak. Kontribusi subsidi kecil, kami usahakan untuk segera,” ungkap Dirut PT LIB, Akhmad Hadian Lukita kepada wartawan.

“Liga ini kan sulit dijawab karena kepastian ini bukan dari kita tapi dari kepolisian. Kita pendekatan lagi ke otoritas keamanan lagi. Kita sudah membuat draf surat dikirim ke kepolisian,” sambung Akhmad Hadian.

Bahkan, beberapa waktu lalu akun Twitter resmi Bali United, sempat menyindir situasi terkini di Indonesia dengan nada sarkas. “Ada yang ramai, tapi bukan sepak bola,” cuit akun Bali United sambil mengunggah keramaian suporter yang menyambut pemain.

Sebetulnya, sepak bola hanyalah sebuah hiburan masyarakat. Sepak bola justru bisa menjadi pilihan masyarakat Indonesia di tengah karut-marut situasi yang terjadi, baik itu politik, agama, dan sebagainya. Karena sepak bola itu menyatukan.

Mungkin sebagai akhiran, lagu dari Gondal Gandul ini bisa menjadi perwakilan dari gundahnya suporter sepak bola Indonesia.

Katanya bola kita rusuh… Katanya bola enggak bermutu… Apapun yang terjadi, kami tetap janji mendukung bola negeri ini. Politik berkelahi, saling caci maki. Bagi kami, football for unity.

[better-ads type=’banner’ banner=’156417′ ]

More From Author

Berita Terbaru