[KOLOM] Soal Pemain Timnas U-23, PSSI Jangan Standar Ganda!

BACA JUGA

Football5Star.com, Indonesia – Marah besar. Begitulah Ketua Badan Tim Nasional (BTN), Sumardji, kepada Thomas Doll dan Bernardo Tavares. Pasalnya, mereka menahan dua pemain timnas U-23 yang dipanggil untuk mengikuti pemusatan latihan jelang Piala AFF U-23 2023.

Pada awal pekan, tepatnya 8 Agustus lalu, PSSI secara resmi mengumumkan 23 pemain yang dipanggil ke pemusatan latihan timnas U-23 asuhan Shin Tae-yong. Mereka diminta hadir pada Kamis (10/8/2023).

Akan tetapi, tak semua memenuhi panggilan. Pada latihan perdana, ada 6 pemain yang absen. Mereka adalah Alfeandra Dewangga, Kadek Arel, Muhammad Adi Satryo, Rizky Ridho, Dzaky Asraf, dan Beckham Putra.

Sumardji lantas naik pitam karena Rizky Ridho (Persija Jakarta) dan Dzaky Asraf (PSM Makasaar) ditahan oleh klub masing-masing. Dia pun tak kuasa menahan emosi. Di depan para jurnalis, dia mengecam Doll dan Tavares yang dinilai tak kooperatif.

Sang Ketua BTN marah-marah karena kedua pelatih itu berdalih pemanggilan pemain dilakukan di luar kalender FIFA. Dia pun lantas mengungkit-ungkit soal status pelatih asing dan nasionalisme.

Sesuai Regulasi FIFA

Sikap Sumardji kepada pelatih Persija Jakarta dan PSM Makassar itu sungguh mengherankan. Pasalnya, dalih yang sama pun disampaikan FC Utrecht dan ADO Den Haag yang tak melepas Ivar Jenner dan Rafael Struick. Apakah Sumardji mencak-mencak di depan media? Tidak!

Ini menimbulkan kesan adanya standar ganda alias plin-plan. Kepada klub-klub luar negeri, PSSI dan BTN bisa menerima dalih kalender FIFA. Sebaliknya, kepada klub-klub lokal, dalih itu tak dapat diterima dan mereka dicap tak nasionalis.

Rafael Struick Memang Istimewa
PSSI

Jika merujuk pada regulasi FIFA, klub memang berhak tak melepas pemain di luar kalender FIFA. Bahkan, FIFA hanya mewajibkan klub melepas pemain untuk timnas senior. Untuk timnas junior, tak ada kewajiban sama sekali.

Pada dasarnya, konflik soal pemanggilan pemain di luar kalender FIFA disebabkan oleh adanya benturan kepentingan. Klub merasa dirugikan karena sang pemain dibutuhkan dalam mengarungi kompetisi.

Beda halnya saat pemain dipanggil pada event yang berlangsung pada kalender FIFA. Saat itu, klub bisa legawa karena kompetisi biasanya berhenti untuk mengakomodasi agenda internasional.

Kompromi adalah Kunci

Keberatan yang ditunjukkan Thomas Doll di Persija dan Bernardo Tavares di PSM juga bukan tanpa sebab. Rizky Ridho saat ini jadi pemain andalan di jantung pertahanan Macan Kemayoran. Demikian pula Dzaky Asraf di Juku Eja.

Soal pemanggilan pemain timnas U-23 ini sesungguhnya bukan perkara baru. Masalah ini pun bukan melulu dihadapi PSSI. FAM di Malaysia, FAT di Thailand, dan VFF di Vietnam pun menghadapi masalah serupa.

Regulasi FIFA soal pelepasan pemain ke timnas

Gesekan terjadi di antara pihak-pihak yang bersengketa. Namun, tidak pernah terdengar caci maki seperti yang diumbar Sumardji sebagai Ketua BTN kepada klub-klub yang dinilai menahan pemain.

Pihak asosiasi sepak bola di ketiga negara itu, juga pelatih timnasnya, tahu betul posisi klub lebih kuat karena bersandar pada regulasi FIFA. Pada akhirnya, mereka harus berkompromi.

Bentuknya macam-macam. Ada yang pasrah dan beralih memanggil pemain lain. Ada pula aktif melakukan lobi kepada pengelola liga dan klub-klub. Apalagi ketika ada target tinggi yang diharus dicapai.

Materi Pemain Timnas U-23 Indonesia Tetap Terbaik

VFF bahkan pernah mengambil solusi ekstrem. Mereka menghentikan kompetisi saat ada agenda timnas, baik senior maupun junior. Tahun lalu, V.League sempat terhenti 4 bulan karena agenda internasional beruntun di berbagai level.

Solusi yang sama-sama menguntungkan inilah yang seharusnya ditemukan oleh PSSI dan BTN. Luapan emosi dan caci maki, apalagi mengungkit status pelatih sebagai orang asing sangatlah kekanak-kanakan.

Materi pemain timnas U-23 Indonesia tetap yang terbaik meski tanpa Rizky Ridho.
pssi.org

Membenturkan sikap klub dan pelatih yang tak melepas pemain dengan nasionalisme juga terlalu naif. Bagaimanapun, klub juga punya hak dan kepentingan yang harus dihormati dan diakomodasi. PSSI pun kiranya bukan lembaga dengan sistem komando seperti militer.

Lagi pula, seandainya Rizky Ridho dan Dzaky Asraf tak bergabung, materi pemain timnas U-23 Indonesia masih yang terbaik dibanding para peserta lain. Skuad dipenuhi pemain-pemain yang tertempa di Liga 1.

Itu jadi pembeda yang sangat jelas. Lihat skuad Thailand, Vietnam, dan Malaysia. Berapa banyak pemain yang punya jam terbang tinggi di kompetisi kasta tertinggi? Hanya sedikit. Malaysia bahkan memanggil pemain dari Divisi III.

Urgensi Piala AFF U-23

Para pemain timnas U-23 Indonesia pun ditangani Shin Tae-yong, pelatih berkelas dunia yang pernah berlaga di Piala Dunia. Tim-tim lain tak punya pelatih seperti itu. Jadi, tanpa Ridho dan Dzaky, Indonesia seharusnya tetap juara.

Pertanyaannya kemudian, apakah sedemikian penting gelar juara Piala AFF U-23 sampai harus mengirim pemain-pemain terbaik, termasuk mereka yang sudah debut di timnas senior?

Timnas U-23 Vietnam tak menargetkan juara di Piala AFF U-23 2023.
vff.org.vn

Bagi beberapa negara lain, ajang ini tak lebih dari batu loncatan dan sarana memperbesar pool pemain. Tahun lalu, Thailand mengirim tim U-19. Tahun ini, giliran Vietnam yang mengirim tim U-20. Tujuannya untuk memberikan pengalaman internasional.

Pelatih Vietnam, Hong Anh Tuan, jelas-jelas mengatakan, misinya di Piala AFF U-23 dan Asian Games tahun ini memang membantu Philippe Troussier yang menangani tim U-23 dan timnas Vietnam. Dia akan merasa sukses bila pool pemain yang dimiliki Troussier kian besar.

Di samping itu, tim U-20 Vietnam yang dikirim ke Piala AFF U-23 juga punya sasaran jangka panjang. Mereka diharapkan jadi tulang punggung untuk tim yang berlaga di SEA Games 2025.

More From Author

Berita Terbaru