[KOLOM] Shin Tae-yong Tak Harus Dipertahankan

BACA JUGA

Football5Star.com, Indonesia – Gelaran Piala AFF 2022 telah berakhir pada Senin (16/1/2023). Kita sudah sama-sama tahu hasilnya. Thailand kembali tampil sebagai juara setelah mengalahkan Vietnam di final. Adapun Indonesia kembali gigit jari. Tim asuhan Shin Tae-yong disisihkan Vietnam pada semifinal.

Hasil itu mengecewakan. Pasalnya, pencapaian kali ini menurun dari gelaran sebelumnya. Pada Piala AFF 2020, Tim Garuda mampu lolos ke final. Hal lain yang menambah kekecewaan, permainan tim asuhan STY pun tak sebagus dan serancak di Piala AFF 2020. Padahal, komposisi tim utama bisa dikatakan sama.

Tersisih di semifinal juga membuat Shin Tae-yong gagal mencapai target. Seperti dikatakan Indra Sjafri, Direktur Teknik PSSI, juara Piala AFF 2022 adalah target yang dijanjikan pelatih asal Korea Selatan itu saat didapuk sebagai pengganti Simon McMenemy pada akhir 2019.

Timnas Indonesia diakui Shin Tae-yong main buruk pada leg II semifinal Piala AFF 2022.
zingnews.vn

Sebelum gelaran Piala AFF 2022 dimulai, STY sangat yakin Indonesia akan juara. Asnawi Mangkualam cs. diyakini akan mematahkan tradisi buruk Indonesia yang paling bagus hanya finis sebagai runner-up. Keyakinan itu cukup masuk akal karena tim ini sudah ditempanya selama 2 tahun.

Di tambah lagi, kekuatan para pesaing utama juga menurun. Bisa dikatakan, hanya Vietnam yang full team seperti Indonesia. Malaysia dan Thailand menghadapi kendala besar karena sebagian pemain andalannya absen karena berbagai sebab, di antaranya tak diizinkan klub tempat mereka bernaung.

Akan tetapi, keyakinan tinggal keyakinan. Indonesia sejak fase grup justru tampil tak meyakinkan dan akhirnya dikandaskan Vietnam pada semifinal. Setelah kegagalan itu, keraguan dan kekecewaan terhadap sang pelatih muncul. Di jagat maya, muncul tagar #STYout yang sempat jadi trending topic.

Shin Tae-yong Memang Gagal

Tagar #STYout itu wajar-wajar saja. Seperti diungkapkan sebelumnya, Shin Tae-yong jelas-jelas telah gagal mencapai target juara Piala AFF 2022. Sebelumnya, dia juga gagal membawa timnas U-23 Indonesia merebut medali emas SEA Games XXXI, Mei 2022. Saat itu, Indonesia juga tim dengan skuat terkuat.

Di Piala AFF 2022, keterbatasan kapasitas STY sangat jelas terekspos. Pada leg II semifinal, dia benar-benar kalah jeli dari kompatriotnya yang menangani Vietnam, Park Hang-seo. Pada pertandingan itu, permainan Asnawi dkk. amburadul. Itu di luar dugaan karena mereka tampil ciamik pada leg I meskipun imbang 0-0.

Selepas pertandingan, Park Hang-seo mengungkapkan, timnya berhasil mengeksploitasi ruang di belakang bek Indonesia. Dia menegaskan, instruksi menempatkan bola di belakang pemain bertahan Indonesia adalah hasil analisis yang dilakukan tim kepelatihannya terhadap permainan pada leg I.

Timnas Indonesia lebih sibuk mencoba membuat Doan Van Hau dikartu merah pada leg II semifinal Piala AFF 2022.
thanhnien.vn

Hal yang dilihat Coach Park jelas-jelas luput dari evaluasi STY. Kalau melihat hal yang sama, tentunya dia akan menyiapkan antisipasi untuk melapis Jordi Amat dan Fachruddin Aryanto sebagai palang pintu terakhir. Dia malah berjudi dengan memasang Saddil Ramdani dan menarik Yakob Sayuri lebih ke tengah.

Di Stadion My Dinh, Vietnam sibuk mengejar kemenangan dengan mengeksploitasi celah di pertahanan Indonesia. Sebaliknya, Indonesia berusaha menang dengan mencoba membuat Vietnam bermain 10 orang. Para pemain Indonesia berkali-kali meminta wasit mengartu merah pemain lawan.

Membuat Vietnam bermain dengan 10 pemain sepertinya memang instruksi STY. Sasaran utamanya sangat jelas, yakni Doan Van Hau, bek kiri The Golden Star Warriors yang menyebalkan. Buktinya, sebelum laga, dia lewat unggahan di Instagram jelas-jelas meminta wasit lebih mencermati trik licik Van Hau.

Tanpa Misi Pasti

Seperti biasa, dalam segala sesuatu pasti selalu ada pro dan kontra. Apalagi menyangkut Shin Tae-yong. Tagar perlawanan, #STYstay, juga tak kalah ramai. Mereka yang mengapungkan tagar ini berdalih, kegagalan Indonesia bukan kesalahan pelatih. Mereka pun berkeras dengan slogan “percaya proses”.

Tidaklah salah ungkapan timnas yang bagus lahir dari pembinaan dan kompetisi yang bagus. Bagaimanapun, pemain-pemain yang bagus memang lahir dari pembinaan yang bagus dan tertempa oleh kompetisi yang bagus pula. Namun, dalam menilai kinerja pelatih, target dan misi juga tak dapat diabaikan begitu saja.

Pertanyaannya sekarang, apakah sebetulnya target dan misi yang diembankan PSSI kepada Shin Tae-yong? Jika seperti Michael Weiss di Laos yang diminta mengubah mentalitas dan permainan, tentu tak pada tempatnya meminta Coach STY dipecat ketika Indonesia gagal juara di Piala AFF 2022.

Shin tae-yong menyebut Vietnam menang karena sudah terbiasa main di Stadion My Dinh.
zingnews.vn

Akan tetapi, jika dia memang menjanjikan gelar juara, kegagalan di Piala AFF 2022 lalu patut dipertanyakan dan dipermasalahkan. Bukan apa-apa, event level senior berikutnya adalah Piala Asia 2023. Logikanya, jika di Piala AFF saja gagal, tak mungkinlah berharap juara Piala Asia.

Sialnya, semuanya serbakabur sehingga sulit memberikan penilaian kepada STY. Sulit karena dia menangani 3 tim sekaligus, tim senior dan 2 tim junior. Seperti diketahui, orientasi tim junior dan senior tentu berbeda. Bagaimana penilaiannya? Bila tim senior jeblok, apakah dia juga harus dipecat dari tim junior?

Tergantung Misi dari PSSI

Lalu, di antara #STYout dan #STYstay, mana yang seharusnya dipilih? Seperti kata Indra Sjafri, nasib Shin Tae-yong berada di tangan Komite Eksekutif PSSI. Suara yang beredar di sana masih berbeda juga. Ada yang setuju #STYout, ada pula yang sepakat #STYstay.

Satu hal yang pasti, PSSI tidak harus mempertahankan STY. Putusan mengenai nasib eks pelatih timnas Korsel itu harus dikembalikan pada target dan misi yang diembankan. Patut dipertimbangkan juga soal gaji yang diterimanya dan semua biaya yang telah dikeluarkan untuk ketiga tim yang ditanganinya.

Saat ini, kontrak STY masih bersisa setahun lagi. Alhasil, jika memecat sang pelatih, PSSI harus memberikan kompensasi untuk sisa kontraknya. Mengingat gaji Coach STY terbilang tinggi, jumlah kompensasi yang harus diserahkan tentu saja tidak sedikit.

Ketum PSSI Mochamad Iriawan dan Shin Tae-yong menentukan arah wacana setelah 40 hari Tragedi Kanjuruhan.
pssi.org

Menilik hal tersebut, langkah paling bijak adalah membiarkan STY bekerja hingga kontraknya selesai. Setelah itu, barulah diputuskan apakah akan memberikan perpanjangan kontrak atau tidak. Tentu saja dengan melihat hasil evaluasi dan misi ke depan.

Mengingat ada agenda-agenda besar, terutama Piala Dunia U-20, sepertinya langkah itulah yang akan diambil PSSI. Sangat kecil kemungkinan PSSI mendepak pelatih berumur 52 tahun tersebut. Dia akan dipertahankan hingga akhir kontraknya.

Setelah itu, soal masa depan STY, PSSI perlu berhitung. Apakah gaji STY saat ini worth it untuk tak dibebani target juara? Bila misi ke depan memang perbaikan permainan pun, apakah worth it dengan besaran gajinya itu jika dibandingkan dengan biaya perbaikan sistem dan sarana untuk pembinaan usia dini?

Shin Tae-yong Harus Benahi Diri

PSSI harus berani memberikan tekanan kepada Shin Tae-yong. Patut diingat, dia juga manusia biasa, bukan dewa, malaikat atau Tuhan. Dia tidak lepas dari kekurangan, kelemahan, dan kesalahan. Tekanan ini penting agar dia lebih fokus, bersungguh-sungguh, dan bertanggung jawab lagi.

Setidaknya ada beberapa hal yang patut dibenahi STY. Pertama, berhenti bersikap kontradiktif. Di satu sisi, dia selalu mengeluhkan kualitas pemain-pemain yang ada. Namun, di sisi lain, dia tak henti menggaungkan target juara. Jika memang kualitas tak memadai, tak usah gembar-gembor mau juara. Jangan mau pula dibebani target juara, apalagi menjanjikan juara.

Kedua, perbaiki komunikasi dengan klub-klub sebagai pemilik pemain. Bicaralah lebih intensif dengan pelatih-pelatih klub. Sungguh mengherankan ketika Thomas Doll saja dicuekin. Padahal, STY dengan gampangnya memanggil sekian banyak pemain Persija Jakarta. Itu juga yang dirasakan Bernardo Tavares di PSM Makassar.

Shin Tae-yong jelas-jelas kalah segalanya dari Park Hang-seo.
zingnews.vn

Sebagai pelatih timnas, berbicara dan berdiskusi dengan pelatih klub tidaklah buruk. Dia bisa menitip “menu latihan” untuk pemain-pemain tertentu sesuai kebutuhan timnas. Sebaliknya, pelatih klub yang lebih sering memantau dan berinteraksi dengan pemain pun bisa memberikan masukan berarti kepadanya.

Ketiga, berhentilah bersikap kerdil. Setiap kali Indonesia gagal, selalu saja ada hal yang dijadikan kambing hitam. Mulai dari lapangan hingga aturan pernah dia jadikan alasan. Soal kegagalan di Piala AFF 2022, dia dalam rapat evaluasi bahkan menyalahkan para pemain dengan menyebut mereka tak berkualitas.

Shin Tae-yong harus belajar dari Kim Pan-gon dan Park Hang-seo. Setelah Malaysia dikandaskan Thailand, Pan-gon mengambil alih semua tanggung jawab dan meminta para pemain tak dikritik. Sementara itu, Coach Park mengakui kegagalan Vietnam juara Piala AFF 2022 karena dirinya tak punya cukup kemampuan menekuk Thailand.

Dalam sisa kontraknya, Shin Tae-yong perlu menyadari peran pihak-pihak lain dan melibatkan mereka dalam kerjanya. Jangan lagi terkesan seperti Rambo, Superman atau Midas. Hasil kerja dua tahun ini sudah membuktikan dia tidaklah seperti itu. PSSI pun harus menyadari hal tersebut. Jika akan begini-begini saja, tak perlu mempertahankan STY. Toh, seperti kata STY, sumber daya yang ada tak mendukung untuk juara.

More From Author

Berita Terbaru