Rayo Vallecano Femenino Tidak Mati, tapi Dibunuh

BACA JUGA

Football5star.com, Indonesia – Judul di atas adalah puncak kekesalan, kesedihan, dan kekecewaan jurnalis Spanyol, Chantal Reyes, terhadap masalah di tubuh Rayo Vallecano femenino.

Musim ini, untuk pertama kali dalam 19 tahun terakhir, Rayo degradasi. kalimat “Rayo Vallecano femenino tidak mati, tapi dibunuh” bukan menggambarkan turun kastanya mereka. Tapi bagaimana klub ibu kota bisa sampai di titik itu.

rayo vallecano-besoccer
besoccer

Dalam piramida sepak bola wanita Spanyol, Rayo adalah klub terpandang. Tiga kali mereka juara Primera Iberdrola (setara LaLiga) dan satu Copa de la Reina.

Mereka juga beberapa kali menembus Liga Champions. Dari sisi skuat, klub ibu kota juga besar dengan nama-nama tenar semisal Jenni Hermoso, Sonia Bermudez, hingga Natalia Pablos.

Akan tetapi, kejayaan itu tinggal kenangan. Kekalahan 3-4 dari Levante memastikan klub ibu kota terjun ke Reto Iberdrola (kasta kedua Liga Spanyol).

rayo vallecano-telemadrid
telemadrid

Padahal Primera Iberdrola musim ini belum usai. Masih ada tiga pertandingan sisa. Tapi 11 poin yang diraih Rayo mustahil mengeluarkan mereka dari posisi juru kunci sekali pun.

Rayo Vallecano Menjadi Anak Tiri

Tanda-tanda kehancuran Isadora Fleitas dkk sejatinya sudah terlihat dalam dua musim terakhir. Presiden klub, Raul Martin Presa, adalah orang di balik kehancuran itu.

Sebagai informasi, Raul Martin Presa sejatinya menyelamatkan Rayo. Mengambil alih tim 2010 silam, ia menghindarkan klub dari utang yang menumpuk dan sukses mengembalikan mereka promosi ke LaLiga.

Tapi, ya, hanya tim pria yang ada dalam benak Presa. Sedangkan tim wanita dianaktirikan. Ucapannya pada awal memimpin klub “Rayo femenino adalah sumber kebanggaan utama bagi klub” terbukti hanya bualan besar.

rayo vallecano-raul martin presa-elconfidencial
elconfidencial

Seperti dikutip Football5star dari Football Engine, Hanya beberapa tahun setelah memiliki Rayo Vallecano, pengusaha 34 tahun memotong anggaran untuk tim wanita. Puncaknya terjadi 2014 lalu saat sang bos tidak menganggarkan dana sepeser pun untuk tim wanita.

Berada dalam situasi yang serba kurang, para pemain mempertahankan marwah klub dengan swadaya. Mereka mengeluarkan dana pribadi untuk menghidupi klub.

Dan dengan andil besar fan setianya pula, para pemain masih mampu mengikuti kompetisi selama beberapa musim. Ironis, dana bukan satu-satunya isu yang menghantam pemain.

Anak asuh Carlos Santiso juga dibungkam oleh manajemen. Mereka dilarang memberi pernyataan apa pun terkait kondisi tim. Selain itu, pertandingan Rayo femenino tidak termasuk dalam paket tiket musiman yang dijual manajemen sejak 2019 lalu.

rayo vallecano-marca
marca

Yang lebih parah lagi, mereka tidak difasilitasi tim medis, yang merupakan syarat mutlak untuk sebuah klub. Situasi memalukan ini nyaris merenggut nyawa salah satu pemain, Camila Saez, November lalu.

Seperti dilansir Marca, Camila Saez terlibat duel udara. Ia terkapar setelah kepala terbentur dengan pemain Athletic Bilbao femenino.

Tidak ada tim medis atau fisioterapis yang dimilki Rayo untuk menolong Saez. Beruntung, tim medis Athletic Bilbao bergerak cepat untuk memberi pertolongan.

Itu bukan pemandangan terakhir dari nihilnya tim medis klub. Karena sebulan kemudian giliran tim medis Barcelona yang mengobati pemain Rayo.

Dengan apa yang terjadi selama ini, tidak berlebihan rasanya ketika Chantal Reyes menyebut Rayo Vallecano femenino tidak mati, tapi dibunuh.

Karena memang, apa yang dilakukan Raul Martin Presa selama satu dekade layaknya membunuh tim wanitanya secara perlahan.

More From Author

Berita Terbaru