Lee Woon-jae: Raja Piala Dunia yang Temukan Jalan Menuju Islam

BACA JUGA

Football5star.com, Indonesia – Di stadion Gwangju, Korea Selatan, perempat final Piala Dunia 2002 berlangsung. Tak ada gol yang tercipta selama 120 menit pertandingan.

Laga yang mempertemukan Spanyol vs Korea Selatan harus diakhiri oleh adu penalti untuk menentukan pemenang. Juga memastikan siapa lawan Jerman di semifinal.

Spanyol yang unggul segalanya, berbekal pemain kelas dunia, gagal mencetak gol pada waktu normal. Padahal secara permainan tidak ada yang salah dari mereka.

korea theguardian
theguardian

La Furia Roja menguasai jalannya laga. Menguasai lebih dari 60 persen penguasaan bola dan mendapat beberapa peluang emas.

Akan tetapi kengototan Korea Selatan memaksa mereka melanjutkan laga hingga adu penalti. Sebagaimana hukum adu penalti, siapa pun yang bertanding, tidak ada yang diunggulkan.

Karena tak jarang mereka yang bukan unggulan kerap mengejutkan. Fakta ini pula yang dimanfaatkan Korea Selatan.

Tanpa beban Tim Taeguk melangkah ke kotak 16. Hwang Sun-hong, Park Ji-sung, Seol Ki-Hyeon, hingga Ahn Jung-hwan menjalankan tugas dengan sempurna.

Pun dengan tiga algojo Spanyol seperti Fernando Hierro, Ruben Baraja, hingga Xavi Fernandez. Hingga sampai pada eksekutor keempat yang menemui kegagalan.

Joaquin Sanchez yang kala itu berstatus wonderkid menjanjikan gagal menyelesaikan kewajiban. Tendangannya ditahan kiper tuan rumah, Lee Woon-jae.

Sekitar 43 ribu pasang mata di stadion Gwangju bersorak. Terlebih setelah Hong Myung-bo memastikan kemenangan 5-3 Tim Gingseng.

lee woon jae emirates247
emirates247.com

Hari itu para penggemar tidak hanya merayakan kemenangan atas Spanyol, raksasa Eropa yang selama ini para bintangnya sering mereka elu-elukan di layar kaca.

Para penggemar juga menyambut sejarah baru bahwa negaranya sebagai negara Asia pertama dan satu-satunya sampai sekarang yang melenggang ke semifinal Piala Dunia.

Atas kesuksesan itu, satu nama yang patut dielu-elukan adalah Lee Woon-jae. Tampil apik selama turnamen sang kiper pula yang memastikan langkah Korea Selatan ke semifinal.

Ya, sebelum menyingkirkan Spanyol, Lee Woon-jae juga bikin dua raksasa lain semisal Portugal dan italia gigit jari. Aksi memukaunya sukses menggagalkan peluang Rui Costa, Sergio Conceicao, Christian Vieri, hingga Francesco Totti.

Nama Lee mulai diperhitungkan. Dan tidak sedikit pula yang memprediksi dirinya akan diboyong Guus Hiddink, pelatih Korea Selatan kala itu, terbang ke Eropa.

Kunci Sukses Korea tapi Tak Pernah ke Eropa

Piala Dunia 2002 yang dihelat di Korea Selatan dan Jepang selesai digelar. Kedua tuan rumah sukses menyelenggarakan turnamen paling akbar sejagat.

Pun dengan pemain-pemain dari kedua negara. Banyak klub-klub Eropa yang menggaet bintang Jepang maupun Korea usai Piala Dunia 2002.

Terlebih lagi Korea Selatan. Dongeng yang mereka ciptakan berdampak positif pada banyak pemain. Ada Park Ji-sung dan Lee Young-pyo dipinang PSV Eindhoven, Cha Du-ri ya yang langsung dibawa Bayer Leverkusen, dan Kim Nam-Il di Excelsior.

Sayang, pahlawan lainnya, Lee Woon-jae tak ikut serta. Bukan berarti namanya tidak dilirik klub-klub Eropa. Memang dia yang tidak tertarik melanglang buana ke benua orang.

Dalam sebuah wawancara bersama BBC beberapa hampir sedekade lalu, Hiddink mengungkapkan bahwa beberapa klub di Belanda dan Jerman sudah menghubunginya untuk meminang Lee.

Akan tetapi Lee sendiri yang menolak pergi. Alasannya sederhana, keluarga. Dia ingin membesarkan kedua anaknya, Lee Yoon-ah dan Lee So-yoon di Korea. Apalagi dia tidak tahan harus berjauhan dengan mereka dan istri tercinta.

lee woon jae soccerphile
soccerphile

“Saya sudah berbicara padanya. Bahkan ketika saya sudah tidak lagi melatih di sana, saya bilang padanya jika di sini banyak klub yang menginginkannya,” kata Hiddink kepada BBC.

“Tapi dia tidak mau pergi. Dia pemain yang sangat mencintai keluarganya dan saya sangat menghargai itu. Maka dari itu saya sangat menyukainya,” sambung nakhoda asal Belanda.

Seluruh kariernya dihabiskan di Korea Selatan. Dia merupakan legenda Suwon Bluewings. Memperkuat klub raksasa itu pada dua periode berbeda, yakni 1996-2000 serta 2001-2011.

Kendati sempat berseragam Kyung Hee University, Sangmu FC, dan Chunnam Dragons, bersama Suwon Bluewings lah dia memanen gelar. Sembilan trofi berhasil dimenangkan.

Sebagai seorang penjaga gawang, tinggi Lee jelas tidak ideal, juga dengan tubuhnya yang sedikit tambun. Tapi dia punya kecepatan dan kestabilan. Perhitungannya juga sangat mumpuni.

Salah satu senjata andalannya adalah adu penalti. Tidak heran rasanya dia mampu menahan eksekuso Joaquin Sanchez di Piala Dunia 2002, sebab persentasi kemenangannya mencapai 91 persen. Ya, selama kariernya, Lee mencatatkan 11 kemenangan dari 12 adu penalti.

Raja Piala Dunia Korea Selatan

Pemilik caps terbanyak Taeguk masih dipegang legenda terbesarnya, Cha Bum-kun. Dia mencatatkan 136 penampilan. Sedangkan Lee Woon-jae mengemas 133 penampilan dan berada di urutan ketiga.

Akan tetapi, Lee patut berbangga dengan capaian lain yang tak bisa dikejar Cha Bum-kun. Kiper kelahiran Cheongju tampil di empat Piala Dunia berbeda.

Kesempatan pertamanya datang pada Piala Dunia 1994. Masih berusia 20 tahun dia memang bukan pilihan utama di Amerika Serikat. Namun, dia sempat dimainkan kala kiper utama, Choi In-yong mengalami cedera melawan Jerman.

Setelah itu posisi Lee tak tergantikan pada Piala Dunia 2002 dan 2006. Sementara di Afrika Selatan 2010 namanya harus puas berada di urutan kedua.

Kendati demikian tetap saja Lee Woon-jae mencatatkan sejarah. Dia jadi orang Korea Selatan pertama yang tampil di empat Piala Dunia berbeda.

lee woon jae worldcupinfo
world-cup-info.com

Sejatinya, kiper bertubuh gempal bisa saja main untuk lima Piala Dunia. Sayang, pada edisi 1998 ia tidak bisa ambil bagian.

Sejak 1995 sang kiper menderita sakit. Lee Woon-jae menderita TBC dan hepatitis akut. Kariernya benar-benar berhenti selama tiga tahun. Bahkan nyaris pensiun dini.

Berbagai cara dia lakukan untuk sembuh. Mulai dari pengobatan dan berbagai terapi. Sampai akhirnya dia dinyatakan pulih dan kembali ke sepak bola 1998 silam.

berlaga lagi usai istirahat selama tiga tahun membuat Lee kembali lebih kuat. Piala Dunia 2002 jadi bukti sahihnya.

“Piala Dunia 2002 memberi saya kesuksesan terbesar. Saya tidak akan pernah melupakan cinta dari para penggemar dan persahabatan yang kami miliki di tim selama tujuh pertandingan selama turnamen,” ungkap Lee seperti dikutip Football5star dari Reuters.

Kekuatannya membawa Korea Selatan ke babak semifinal, sebuah capaian yang tak mampu dilakukan para pendahulu sebelumnya.

Pengaruh Lee Woon-jae tak lekang oleh waktu. Piala Dunia 2010 namanya dipanggil lagi oleh pelatih Jung Sung-ryong.

Jelas usianya sudah tidak muda lagi. Sudah 37 tahun Lee memiliki tanggung jawab lebih di Afrika Selatan. Ia diminta Jung Sung-ryong untuk menempa Huh Jung-moo, sang kiper utama.

Tak jarang sang pelatih meminta Lee sendiri yang menangani Huh Jung-moo saat latihan. Kepercayaan penuh ini tak lepas dari pengalaman dan sosok sang legenda sebagai teladan yang baik.

Temukan Jalan Menuju Islam

Di luar lapangan, cerita pemilik 133 caps bersama timnas Korea Selatan selalu menarik. Dia tidak hanya pernah berjuang melawan TBC dan hepatitis selama tiga tahun.

Lebih dalam lagi, pria yang kini berusia 48 tahun pernah bergejolak dengan sesuatu yang sangat prinsipil. Bimbang akan keyakinan membuatnya berada di persimpangan jalan.

Untuk diketahui, Lee Woon-jae terlahir sebagai kristen yang taat. Tapi ternyata itu belum membuatnya berhenti mencari jati diri.

lee woon jae bigsoccer
bigsoccer

Berbagai laporan di Negeri Gingseng menyebut Lee mulai mempelajari islam 2004 silam. Semakin pesatnya perkembangan islam di sana membuat sanubari Lee terketuk.

Berselang setahun dia sah menjadi mualaf. Jalan hidup Lee Woon-jae memang minim untuk digali. Maklum saja, islam adalah agama minoritas di Korea Selatan. Selain itu sang legenda juga jarang mengumbar keislamannya.

Baginya, agama hanya antara dia dan tuhan. Dan memang, tidak ada yang berbeda dengan dirinya ketika sudah hijrah.

Peraih empat trofi K-League tetap sebagai orang yang sama. Baik di kehidupan sehari-hari maupun sebagai profesional.

“Setelah menjdi muslim saya merasa hidup saya lebih tenang dan punya tujuan yang jelas. Saya sangat beruntung berada di Korea karena toleransi di sini sangat tinggi,” katanya seperti dilansir Islamicmovement.

“Saya menjalani hidup seperti biasa. Tidak ada yang berbeda dalam diri saya yang dulu dan sekarang. Semua orang tetap memperlakukan saya dengan cara yang sama, saya juga melihat mereka dengan cara yang sama,” sambungnya.

Sebagai orang yang benar-benar teguh memegang prinsip agama, Lee menjalankan semua kewajiban sebagai muslim. Baik itu salat lima waktu dan puasa saat ramadan.

More From Author

Berita Terbaru