[KOLOM] Dilema-Dilema Hansi Flick di Timnas Jerman

BACA JUGA

Football5Star.com, Indonesia – Hansi Flick boleh-boleh saja tersenyum lega setelah Asosiasi Sepak Bola Jerman (DFB) tak memecatnya sebagai pelatih timnas Jerman. Setelah membeberkan analisis terhadap kegagalan Jerman di Piala Dunia 2022, dia masih dipercaya menangani Die Mannschaft sesuai kontraknya hingga Piala Eropa 2024.

Putusan DFB itu memang melegakan, tapi bukan sebuah kemenangan bagi Flick. Setelah kegagalan total di Qatar, dia menghadapi tantangan sangat besar dalam menangani timnas Jerman. Sejumlah dilema kini terbayang jelas di depan mata. Die Mannschaft tak akan ke mana-mana selama dilema itu tak disudahi.

Dilema pertama Flick adalah soal menyerang atau bertahan. Idealnya, sebuah tim memang harus punya lini belakang kuat dan lini depan tajam. Di Piala Dunia 2022, Jerman justru sebaliknya, kedua lini itu sangat bermasalah. Pertahanan mudah ditembus lawan, penyerangan pun terlalu sering membuang-buang peluang emas.

Hansi Flick dan staf kepelatihannya akan tetap menangani timnas Jerman hingga Piala Eropa 2024.
Getty Images

Sejak menangani Jerman, Flick sebetulnya sudah tahu kualitas lini belakang timnya tidaklah bagus. Jerman tak punya lagi benteng-benteng tangguh macam Mats Hummels, Jerome Boateng, dan Per Mertesacker. Satu-satunya bek tengah yang lumayan bagus hanyalah Antonio Ruediger.

Situasi seperti itu tidaklah asing bagi Hansi Flick. Saat menangani Bayern Munich, dia juga menghadapi hal serupa. Solusinya, dia menggenjot lini serang untuk memproduksi lebih banyak gol. Timnya harus mencetak banyak gol karena risiko kebobolan sangat besar.

Di Piala Dunia 2022, prinsip itu pula yang diterapkan Flick. Buktinya, Jerman adalah tim dengan jumlah tembakan terbanyak pada fase grup. Mereka rata-rata melepaskan 23 tembakan per laga. Namun, hanya 6 yang berbuah gol. Penyelesaian akhir yang buruk itu jadi sebab mereka kalah dari Jepang.

False 9 atau True 9

Kenyataan di Qatar membuat Flick harus kembali memikirkan hal itu. Apakah dia akan tetap mengabaikan lini pertahanan dan lebih fokus menyerang? Antonio Ruediger jelas-jelas mengeluhkan etos kerja Die Mannschaft dalam bertahan. Menurut dia, tak ada lagi saling bahu-membahu dan mau bermain kotor.

Terkait penyelesaian akhir yang buruk, dilema lain muncul. Itu adalah soal false 9 dan true 9. Ketiadaan striker ulung setelah Miroslav Klose pensiun memang jadi masalah pelik di timnas Jerman. Solusi yang kemudian diambil adalah berpaling pada sistem false 9. Hansi Flick juga mengusung sistem yang sama.

Saat berjibaku di Piala Dunia 2022, Flick tetap keukeuh menggunakan false 9 meskipun banyak pihak meminta dia memainkan Niclas Fuellkrug yang sedang dalam performa bagus dan mencetak gol pada debutnya melawan Oman. Dia mula-mula memberikan peran false 9 kepada Kai Havertz, lalu Thomas Mueller. Hasilnya, gagal.

Keberadaan Niclas Fuellkrug membuat Hansi Flick harus mempertimbangkan lagi sistem false 9 di timnas Jerman.
Getty Images

Setelah tersisih dari Qatar 2022, dilema soal false 9 dan true 9 akan kian besar. Publik jelas-jelas sudah muak dengan sistem false 9 yang tak membuahkan hasil. Mereka lebih memilih Fuellkrug atau Youssoufa Moukoko ketimbang harus kembali melihat Havertz atau pemain lain dipaksakan main sebagai striker.

Soal ini, Flick sebetulnya punya rujukan. Dia adalah Julian Nagelsmann di Bayern Munich. Musim ini, sepeninggal Robert Lewandowski ke Barcelona, Nagelsmann menerapkan sistem tanpa striker. Meskipun terlihat sukses, dia lantas menyadari sistem itu tak tepat karena justru menimbulkan kebingunan di lini depan.

Nagelsmann lantas berpaling kepada Eric Maxim Choupo-Moting. Striker Kamerun itu memang bukan siapa-siapa jika dibandingkan dengan Lewandowski. Namun, kepercayaan dan dukungan penuh mampu membuat dia tampil bagus dan lumayan produktif. Hal ini kiranya bisa dilakukan Flick kepada Fuellkrug dan Moukoko.

Dua Dilema Lain Hansi Flick

Dilema lain yang terlihat jelas di Piala Dunia 2022 adalah soal rekan duet Joshua Kimmich di doppel sechs. Hansi Flick terlihat masih bimbang memilih antara Ilkay Guendogan dan Leon Goretzka. Lalu, dia pun lantas disergap keinginan mengakomodasi keduanya.

Pada laga pertama melawan Jepang, Guendogan jadi pilihan utama, lalu digantikan Goretzka pada babak kedua. Saat melawan Spanyol, Goretzka menemani Kimmich, sedangkan Guendogan didorong ke posisi nomor 10. Terakhir, melawan Kosta Rika, Guendogan dan Goretzka jadi doppel sechs, sedangkan Kimmich ke bek kanan.

Hansi Flick harus tegas memilih Leon Goretkza atau Ilkay Guendogan sebagai partner Joshua Kimmich.
Getty Images

Dilema ini juga harus segera diakhiri. Flick harus tegas dan mampu menjelaskan pilihannya kepada publik. Dengan lini pertahanan yang buruk, posisi doppel sechs sebagai tameng sangatlah penting. Dia harus menentukan pasangan yang bisa memberikan ketenangan bagi para bek.

Dilema yang tak kalah besar adalah soal nomor 10. Di Qatar, awalnya Thomas Mueller yang berada di sana. Lalu, Ilkay Guendogan. Terakhir, Jamal Musiala. Hasilnya, Musiala tampil luar biasa saat Jerman menang 4-2 atas Kosta Rika. Dia tampil lebih baik ketimbang saat jadi winger pada dua laga sebelumnya.

Kai Haverz dan Jamal Musiala bisa jadi dilema baru Hansi Flick.
Getty Images

Tak bisa dimungkiri, posisi terbaik Musiala memang nomor 10. Dia sudah membuktikannya di Bayern Munich, terutama saat Mueller tak bisa tampil. Ke depan, Musiala seharusnya jadi nomor 10 juga di timnas Jerman. Namun, potensi dilema muncul jika Flick ingin mengakomodasi Kai Havertz.

Di timnas Jerman, Havertz tak mampu menunjukkan potensi terbaiknya saat dipasang sebagai false 9 atau winger. Rudi Voeller, eks Direktur Olahraga Bayer Leverkusen, menyebut sang pemain adalah tipikal playmaker. Artinya, posisi paling pas tentu nomor 10.

Semua dilema itu akan dihadapi Hansi Flick dalam 18 bulan ke depan hingga Piala Eropa berlangsung. Dia harus menyudahi dilema-dilema itu. Tentu akan ada pihak yang tersakiti, tapi itulah pilihan yang harus dibuat oleh seorang pelatih. Bila dilema-dilema itu tetap ada, hanya kegagalan yang akan kembali dituai di Piala Eropa nanti.

More From Author

Berita Terbaru