Football5Star.net, Indonesia – Di tengah keraguan publik sepak bola Indonesia terhadap kemampuan Patrick Kluivert yang disebut-sebut akan jadi pelatih baru timnas Indonesia, muncul kabar menarik. Menurut Voetbal Primeur, Alex Pastoor dan Denny Landzaat akan jadi asisten Kluivert dalam menangani Tim Merah Putih.
Dari kedua sosok itu, tentu saja Pastoor jadi yang paling menarik. Apalagi, anggota Komite Eksekutif PSSI, Arya Sinulingga, mengisyaratkan eks pelatih Almere City itu yang akan jadi otak permainan Indonesia. Sementara Kluivert bertindak sebagai leader, abang-abangan, Pastoor yang akan berperan sebagai pelatih teknik.

Menilik rekam jejaknya, Pastoor adalah secercah asa di tengah CV buram Kluivert. Dia memang tidak bergelimang trofi di level tinggi, tidak pernah pula menangani tim besar, sebut saja De Grote Drie. Namun, tangan dinginnya jelas terlihat. Buktinya, dia mampu membawa Excelsior, Sparta Rotterdam, dan Almere City promosi ke Eredivisie.
Memang benar, tim asuhannya selalu tak berdaya di Eredivisie, hanya berada di papan bawah. Posisi terbaik adalah tangga ke-8 yang diraih NEC Nijmegen pada musim 2011-12 sehingga lolos ke babak play-off Liga Europa. Namun, mereka kalah agregat 3-4 dari Vitesse Arnhem pada semifinal.
Resep Alex Pastoor
Karakteristik utama Alex Pastoor yang juga menjadi resep suksesnya adalah selalu bersikap positif, mau terus belajar, dan inovatif. Hal itu sudah terlihat pada masa awal kepalatihannya. Tepatnya saat menjadi asisten Gertjan Verbeek di sc Heerenveen pada 2006 hingga 2008.
“Di Heerenveen, Alex menarik perhatian saya sebagai asisten pelatih karena dia selalu mencari perkembangan baru. Itu sebabnya, saya membawa dia ketika pergi ke Feyenoord,” kata Verbeek pada 2013 seperti dikutip Football5Star.net dari laman resmi NEC Nijmegen. “Saya terutama mengapreasi dia karena memberikan suara berbeda dan dapat melihat hal yang tak saya lihat.”

Hal serupa diungkapkan Robert Molenaar yang jadi tangan kanan Pastoor semasa di NEC. Di mata Molenaar, Pastoor adalah seorang pelatih penuh visi. “Saya menilai dia sebagai seorang yang visioner. Dia selalu melihat ke depan, tidak pernah menoleh ke belakang,” ucap Molenaar.
Alex Pastoor tak memungkiri kesukaannya mencari dan belajar hal-hal baru. “Saya selalu mencari pengetahuan baru dan keterampilan-keterampilan yang dapat diterapkan dalam pekerjaan saya,” ujar dia di NEC Courant seraya menyebut tantangan di Excelsior sebagai pengalaman paling berharga mengenai hal itu.
Tak Takut Tantangan
Di Excelsior pula, Alex Pastoor menunjukkan karakteristik lainnya, yakni tak takut menghadapi tantangan dan misi besar. Dia sangat percaya diri terhadap kemampuannya dan selalu memegang prinsip harus melakukan yang terbaik ketika diberi kepercayaan menangani tim.
“Saya sering menggunakan contoh Excelsior. Saya adalah asisten pelatih di Feyenoord pada 2009 ketika klub itu menjalin kerja sama dengan Excelsior. Mereka menunjuk saya sebagai pelatih kepala di sana. Pada saat itu, KNVB membuat piramida baru. Tim dari divisi satu bisa langsung terdegradasi,” kisah Pastoor kepada Trouw.

Dia menambahkan, “Hal itu membuat Feyenoord dan Excelsior gusar. Tim muda, pelatih tak berpengalaman. Mereka takut akan terdegrdasi. Namun, saya bilang, ‘Kita akan promosi.’ Orang-orang menilai itu omong kosong, tapi kami benar-benar promosi {lewat kemenangan legendaris atas Sparta Rotterdam dam final play-off).”
Itu semua tidak jatuh dari langit. Bagi Pastoor, hal paling mendasar adalah perencanaan. “Itu tidak terjadi secara otomatis, tetapi dari hari pertama semua orang tahu apa rencana kami. Seiring waktu, semua orang mulai meyakini hal itu. Semuanya melalui tahap ‘berharap-percaya-tahu’ bahwa itu akan berhasil,” kata Pastoor lagi.
Menjaga Harmoni dan Struktur
Secara spesifik, kepada NEC Courant, Alex Pastoor mengungkapkan, “Tiga bulan sebelum play-off, ada map besar nan mencolok di meja saya dengan tulisan: Excelsior Promosi, 16 Mei 2010. Saya membuat catatan bagaimana kami akan meraihnya. Dari permainan dan rencana pemulihan hingga mengambil penalti.”
Hal lain yang selalu jadi prioritas Pastoor dalam menangani tim adalah kekompakan. Dia selalu mengutamakan harmoni dan struktur. Bagi pria yang berulang tahun ke-58 pada 26 Oktober 2024 itu, team building adalah hal paling mendasar dan jadi kata kunci untuk mencapai target sesuai yang telah direncanakan.

“Sebagai pelatih, Ada tahu satu hal yang pasti: tak peduli seperti apa kumpulan pemain dan pelatih, Ada harus memastikan mereka jadi satu kesatuan. Itu masalah pelik. Pada Januari, klub-klub ingin memperkuat diri. Anda harus menyadari, sebagai pelatih, bahwa keseluruhan proses bisa terganggu ketika klub mendatangkan pemain baru,” ujar dia.
Lebih lanjut, Pastoor mengatakan, “Seorang pemain yang ditambahkan ke dalam tim yang berisi 40 pemain berarti ada 40 hubungan baru. Pada gilirannya, ini juga akan mempengaruhi hubungan-hubungan lain. Para pemain juga adalah pesaing satu sama lain. Jadi, kami harus menanganinya dengan sangat hati-hati.”